Sunday, June 15, 2008

UU UMKM Jadi Pemicu Kebangkitan


JAKARTA -- Disahkannya UU UMKM diharapkan mampu menjadi stimulan positif bagi terwujudnya kebangkitan sektor tersebut. Sektor UMKM, yang selama ini berperan penting namun kerap dilupakan, akan semakin mantap mengembangkan skala usahanya.


"Definisi soal UMKM sudah baku, skala-skalanya baku. Itu memudahkan untuk pengembangan UMKM," ujar Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Sandiaga S. Uno di Jakarta kemarin. Dia mengatakan, selama ini, definisi skala UMKM masih rancu, baik itu untuk skala mikro, kecil, maupun menengah. Antardepartemen pemerintah pun terkadang tidak sinkron. Momentum pengesahan UU UMKM ini juga bisa dimanfaatkan UMKM-UMKM untuk mendapatkan pendanaan dari pasar modal.


Dalam UU tersebut disebutkan, skala mikro adalah usaha yang memiliki aset kurang dari Rp50 juta. Sementara skala kecil adalah usaha dengan aset Rp50 - 500 juta. Dan, skala menengah adalah usaha beraset Rp500 juta - Rp10 miliar. UU UMKM itu juga dinilai akan mampu memberi iklim positif bagi pemberdayaan UMKM. Sebab, di dalamnya diatur soal pola kemitraan antara pengusaha besar dan UMKM. "Pola kemitraan itu akan mampu mendukung peningkatan bisnis UMKM, tentu dengan konsistensi sikap," ujarnya.


Diharapkan, pola kemitraan itu akan mengangkat sektor UMKM menjadi pengusaha besar. Pola kemitraan yang diatur, misalnya, pola subkontrak, waralaba, inti-plasma, perdagangan umum, distribusi keagenan, dan bentuk lain seperti bagi hasil, kerja sama operasional, usaha patungan, dan outsourcing. Namun, kata dia, tentu saja pengembangan UMKM tidak hanya berhenti pada UU. Untuk memacu pengusaha besar menjalankan kemitraan dengan UMKM-UMKM, pemberian insentif layak dipertimbangkan. Terkait soal kredit perbankan, Sandiaga mengatakan, skim kredit UMKM seharusnya diperbanyak untuk kredit modal kerja dan kredit investasi, bukan ke kredit konsumsi. "Kredit UMKM masih cenderung konsumtif, meskipun itu tak selamanya buruk. Alangkah baiknya kalau ke modal kerja atau investasi, biar ada dampak riilnya, seperti pengurangan pengangguran," kata bos Grup Recapital itu.


Sandiaga mengatakan, problem krusial terkait pendanaan UMKM sebenarnya terletak pada akses kredit. Karena itu, pengaruh kenaikan suku bunga acuan BI rate sebenarnya tidak terlalu besar. "Suku bunga tidak jadi momok. Oke menaikkan suku bunga untuk inflasi. Di pasar pengusaha sudah telanjr dapat bunga tinggi, 15 persen bahkan lebih," katanya. Yang justru jadi momok adalah ketersediaan akses kredit. "Bagaimana kredit itu bisa diakses, itu yang penting," tuturnya. Karena itu, Sandiaga berharap banyak pada penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) yang tahun ini ditargetkan tersalurkan Rp 14 triliun.


Dia mengatakan, inflasi yang menembus dua digit, ditambah krisis energi listrik, semakin menyulitkan UMKM. "Daya saing kita akan tergerus karena 15-20 persen biaya produksi untuk listrik." Karena itu, para pengusaha menyiasatinya dengan menggunakan genset. Namun, hal tersebut juga tidak mudah karena harga BBM industri terus naik. "Kita sedang melobi soal listrik ini," katanya. Sandiaga menyesalkan ketidakmampuan pemerintah memenuhi kebutuhan energi warganya. "Dalam kondisi global seperti saat ini, Indonesia sebenarnya bisa jadi lokomotif. Kita punya semuanya, kok. Kalau energi bisa dibenahi, kita bisa jadi leader," ujarnya. (eri)

No comments: